Perbandingan - Perbandingan dalam segitiga



Salah satu cabang dalam geometri yang paling penting yang dikembangkan oleh bangsa Yunani kuno adalah trigonometri. Trigonometri tergantung pada sifat – sifat khusus segitiga dan bentuk – bentuk lainnya. Jika sebuah segitiga (atau bentuk lainnya) diperbesar ukurannya dengan cara mengalikan panjang setiap sisinya dengan bilangan yang sama, maka semua sudut didalam segitiga tersebut akan tetap sama.
            Setelah bangsa Mesir kuno, muncul salah seorang pelopor yang mengembangkan trigonometri yaitu seorang astronom Yunani kuno bernama Hipparchus. Ia mencatat setidaknya posisi 1080 bintang dan meneliti pergerakan relative bulan terhadap Bumi. Ia mengembangkan bentuk awal dari trigonometri untuk membantunya meneliti alur – alur bintang di langit. Hipparchus menggunakan ide ini untuk menghasilkan sejumlah perbandingan yang bisa digunakan untuk menghitung panjang sisi – sisi sebuah segitiga dari sudut – sudutnya. Perbandingan – perbandingan yang ia hasilkan sekarang kita kenal dengan “perbandingan – perbandingan trigonometri”.
            Karya Hipparchus ditulis kembali oleh Ptolemy dan kemudian digunakan kembali oleh para sarjana Arab seperti Albuzjani (940 – 998 M). seperti halnya bangsa Yunani, bangsa Arab menggunakan trigonometri untuk mengamati peredaran bulan, planet – planet, dan bintang – bintang. Albuzjani menulis sejumlah perbandingan yang sangat mirip dengan satu set perbandingan, sekarang dikenal sebagai tangen, yang kita gunakan sekarang ini. Trigonometri saat ini digunakan untuk mengukur jarak (panjang), seperti ketinggian gunung dan bangunan, secara tidak langsung. Trigonometri juga digunakan untuk mempelajari struktur – struktur mikroskopis.

Satu dari aplikasi – aplikasi modern yang paling penting adalah dalam kristalografi, yaitu studi mengenai Kristal. Substansi – substansi yang ada berupa kristal, seperti garam dan gula, dibentuk dari atom – atom yang tersusun dalam sebuah struktur biasa yang disebut “laticce” (pola geometris dari molekul – molekul atau atom). Bentuk inilah yang memberikan kristal – kristal bentuk yang konsisten.
            Pada tahun 1931, seorang ahli fisika Jerman, Max Von Laue (1879 – 1960) menemukan bahwa sinar – x menyebar ketika menyentuh kristal. Setelah itu, seorang ahli fisika Inggris, Lawrence Bragg (1890 – 1971), dan ayahnya, menggunakan trigonometri untuk menunjukkan bagaimana struktur kristal bisa dihitung dengan cara mengukur sudut penyebaran sinar – x pada kristal.
            Kristalografi dapat digunakan untuk meneliti substansi – substansi lainnya sama halnya seperti pada kristal. Pada tahun 1938, seorang peneliti medis, Rosalind Franklin, menggunakan pemikiran Bragg mengenai difraksi sinar – x untuk menguraikan struktur DNA. Hasilnya menunjukkan bahwa DNA harus dalam bentuk “helix”. Hasil ini juga membawanya pada satu informasi, oleh Crick dan Watson. Model mereka menunjukkan molekul DNA sebagai dua “helice” yang menyatu.

Komentar